Mengkalibrasi Tujuan Hidup

Pada saat semester tiga di perkuliahan, aku mendapat mata kuliah Biologi Sel dan Molekuler, di mata kuliah tersebut aku diajarkan sebuah metode yang hampir setiap kali praktikum atau penelitian harus dilakukan. Metode tersebut bernama ‘kalibrasi’.

Di awal praktikum, dosenku bertanya apa itu kalibrasi dan bagaimana prinsip kerjanya. Hampir semua mahasiswa di kelas mencoba menjawab, namun belum ada jawaban yang bisa memuaskan sang dosen tersebut. Seiring berjalannya semester, yang aku temukan adalah ternyata metode ini sangat luas pengaplikasiannya. Tiap kali materi praktikum berganti, metode kalibrasi ini pasti saja dilakukan. Tidak hanya dalam pengukuran mikroskopis molekul, melainkan dalam penggunaan alat-alat laboratorium pun ada tahapan kalibrasinya; yang tentunya berbeda-beda caranya.

Sampai akhirnya saat sebelum ujian praktikum, aku mencoba mencari tahu sesungguhnya apa itu kalibrasi dan mengapa ia sangat penting untuk dilakukan? Dari beberapa sumber literatur, didapatkanlah jawaban seperti ini:

Dari situ aku baru paham, melakukan kalibrasi nyatanya sepenting itu.

Semakin dewasa dan dihadapkan dengan realita kehidupan, rasanya memaknai makna hidup amat sempit sekali. Dunia yang semakin keras, persaingan yang semakin cepat, belum lagi persoalan priviledge dan hal-hal lain yang sifatnya membandingkan diri kita dengan orang lain, yang membuat kita memilih ingin hidup yang biasa-biasa saja, dengan dalih agar hidup lebih tenang dan bahagia. Sampai sempat terpikir, apakah menjadi dewasa sesulit ini? Dulu saat masih muda (read: masa SMP dan SMA), rasanya bermimpi dan bercita-cita tak perlu sekhawatir dan semenakutkan itu. Memang realita mengajarkan kita untuk realistis dalam merencanakan masa depan, tapi apakah realistis itu sama dengan pesimis?

Di tengah kebingunganku saat itu, sampailah aku pada sebuah tulisan seorang ustadz yang sangat menampar bagiku.

“Apakah cuma segitu kita pernah punya nyali?”

Aku baru menemukan hikmah dari metode kalibrasi tadi, dan bagaimana hubungannya dengan menjalani kehidupan ini. Mungkin kita perlu sesekali untuk menepi, keluar sejenak dari segala kekhawatiran tentang hiruk-pikuk dunia. Menelaah kembali, apakah jalan hidup yang kita tempuh sekarang masih selaras dengan tujuan kita di awal? Apakah kita masih ingat dengan impian-impian kita dahulu, lalu sudah sampai mana kita mengusahakannya? Sebagai mahasiswa, bukankah saat menjadi mahasiswa baru dahulu, setiap kita berangkat dengan banyak impian dan harapan yang begitu mempesona? Lalu sudahkah langkah kita selama beberapa tahun ke belakang mencapai milestones menuju impian kita tersebut?

Tentu yang terpenting, apakah niat yang selama ini menjadi bahan bakar semangat kita, sudah benar-benar kita tuju hanya untuk-Nya? Kemudian tentang tujuan besar hidupmu, apakah ia sudah sejalan dengan apa yang Allah inginkan?

Ini bukan bicara tentang apakah hidup hanya soal menggapai dan menggapai impian melulu. Tapi tentang bagaimana kita mengevaluasi tiap kesempatan yang Allah berikan dan agar kita memanjangkan niat serta visi misi hidup kita pada apa yang Allah perintahkan; BERIBADAH.

Ya, mengkalibrasi tujuan hidup memang sepenting itu. Agar kita sadar, jangan sampai hidup kita terlalu jauh dan menyimpang dari jalur kebaikan yang sudah Allah gariskan untuk kita.

Related posts:

And what of the beauteous stones of this Earth? What of the most beautiful jewel that can be found? Where is it found, and wherefore, and why is it beautiful? Did you think the most beautiful jewel…

The surprise from Lailius’s revealing his heritage does not last long as Lius leisurely pushes back the sheets and angles himself to get out of the bed he is in. However, strength has not returned to…

The purpose of this article is to save you time learning how Bitcoin works. That may seem odd, considering that it is 100 pages long. However, trying to learn about Bitcoin is tedious and…